Kamis, 28 Mei 2009

PEMASARAN PERBANKAN SYARI’AH

Pendahuluan
Global Financial Crisis (GFC) yang mulai melanda dunia di awal kwartal ketiga tahun 2008 dan dampaknya masih dirasakan sampai sekarang, bagi perbankan syari’ah pada hakekatnya bisa menjadi peluang sekaligus tantangan. Menjadi peluang, karena dengan adanya krisis keuangan global tersebut, mengakibatkan sistem ekonomi liberal yang selama ini menjadi mainstream sistem ekonomi dunia mulai goyah. Sebagian orang sudah mulai meragukan akan kehebatan sistem ekonomi yang dianut oleh Amerika Serikat dan dunia Barat pada umumnya. Dan inilah saatnya sistem Ekonomi Islam mampu menunjukkan kiprahnya di tengah peluang mulai surutnya sistem ekonomi liberal.

GFC menjadi tantangan, karena tidak dipungkiri bahwa Indonesia juga menjadi negara yang terpengaruh negatif dengan adanya krisis tersebut. Sehingga kondisi dan pertumbuhan perekonomian nasional memburuk yang tentu dampaknya merambah ke berbagai sektor ekonomi. Tampilnya ekonomi Islam di Indonesia yang selama ini direpresentasikan oleh lembaga keuangan syari’ah khususnya perbankan syari’ah harus mampu menunjukkan kinerja yang terbaik dalam masa ini, bukan hanya kinerja internal namun kinerja secara global (industri) untuk menjadi bagian dari solusi atas dampak krisis keuangan global di negeri ini.

Pada kenyataannya, industri perbankan syari’ah nasional terhindar dari pengaruh langsung krisi keuangan global karena dua hal. Pertama, perbankan syari’ah tidak memiliki eksposur investasi sektor perumahan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui surat-surat berharga yang terkait dengan sektor perumahan di Amerika Serikat. Kedua, perbankan syari’ah tidak memiliki eksposur yang signifikan dalam bentuk valuta asing. Sehingga, eksposur pembiayaan dan pendanaan bank syari’ah yang masih didominasi di perekonomian domestik diharapkan industri perbankan syari’ah nasional akan tetap mengalami pertumbuhan yang tinggi.

Secara nasional, bila kita melihat kondisi saat ini menyiratkan penerimaan perbankan syari’ah di masyarakat cukup baik, hal ini dapat kita lihat pada pertumbuhan asset perbankan syari’ah dengan share asset perbankan syari’ah mencapai 2,14% di tahun 2008 yakni Rp. 49,55 triliun. Khusus untuk BPR Syari’ah memiliki share asset sebesar 4,95% dari total asset BPR di Indonesia. Namun akibat pengetatan likuiditas di industri perbankan di akhir tahun 2008, terjadi penurunan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 31,5% lebih rendah daripada tahun 2007 sebesar 36,7%. Profitabilitas perbankan syari’ah untuk Return On Asset (ROA) sebesar 1,57% lebih rendah dari tahun 2007 yang sebesar 1,78%.

Kalau kita lihat perkembangan perbankan syari’ah wilayah eks karsidenan Banyumas tahun 2008 sebesar 50,72% dibandingkan dengan perbankan konvensional yang hanya tumbuh sebesar 8,45%. Dan berada di atas rata-rata pertumbuhan perbankan syari’ah secara nasional.Demikian juga untuk DPK tumbuh sebesar 39,98% di tahun 2008 dan pembiayaan sebesar 14,82%. Berarti rata-rata pertumbuhan perbankan syari’ah di wilayah ini berada di atas rata-rata pertumbuhan perbankan syari’ah nasional.

Pemasaran Perbankan Syari’ah
Perbankan syari’ah tumbuh di Indonesia sangat berbeda dengan negara-negara lain yang sudah memiliki industri perbankan syari’ah yang baik seperti di Malaysia, Pakistan, Bahrain, Kuwait, Iran dan negara-negara di Timur Tengah lainnya. Perbankan syari’ah di Indonesia lebih dominan berkembang atas prakarsa sendiri atau tumbuh dengan sendirinya. Terbukti selama tahun 1992 (berdirinya Bank Muamalat sebagai bank umum syari’ah pertama) UU perbankan baru mengadopsi pengaturan perbankan syari’ah di tahun 2008 dengan terbitnya UU No.10 Tahun 1998, bahkan UU Perbankan Syari’ah sendiri baru disahkan pada tahun 2008 atau sepuluh tahun kemudian yakni UU No.21 Tahun 2008.

Untuk negara-negara yang sudah relatif maju perbankan syari’ahnya lebih dominan dikembangkan atas prakarsa pemerintah, contohnya seperti Malaysia yang menyediakan infrastruktur lengkap untuk industri ini dan memberlakukan beberapa insentif khusus pada perbankan syari’ah sebagai sebuah bank yang menerapkan sistem keuangan yang berpihak pada sektor riil. Wajar jika pada negara-negara tersebut di atas rata-rata pangsa pasar perbankan syari’ah sudah berada di atas 10%.

Posisi Indonesia sebagai negara yang terbanyak penduduknya keempat di dunia yakni sebesar 228,523 juta jiwa (3,41% penduduk dunia) dan sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia sangat potensial bagi pasar industri perbankan syari’ah. Maka, strategi pemasaran yang diterapkan juga harus melihat aspek potensi dan karakteristik pasar perbankan di Indonesia. Jika sampai sekarang share perbankan syari’ah baru mencapai 2,14% maka sewajarnya perlu banyak perbaikan dan evaluasi mendalam atas strategi pengembangan perbankan syari’ah yang telah berumur lebih dari 10 tahun di Indonesia.

Bank Indonesia sendiri sebenarnya telah mengeluarkan sebuah Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syari’ah. Grand strategy ini diharapkan menjadi acuan bagi pelaku perbankan syari’ah dalam mengelola aspek-aspek strategis yang diperlukan untuk memperluas penetrasi dan peningkatan pangsa pasar. Di dalamnya terdapat rumusan strategi Positioning, Differentiation, dan Branding (PDB) Perbankan Syari’ah berdasarkan karakteristik masyarakat. Sehingga diharapkan kehadiran dan kemanfaatan produk dan jasa perbankan syari’ah akan menyentuh lebih luas dirasakan oleh masyarakat. Strategi branding yang dirumuskan menekankan pada pengkomunikasian kelebihan produk dan jasa perbankan syari’ah yang lebih beragam serta didukung oleh skema keuangan yang lebih bervariasi. Maka dibuat identitas khas dari industri perbankan syari’ah yang perlu dikedepankan oleh industri yakni “Bank Syari’ah, Lebih Dari Sekedar Bank”


Namun, untuk strategi pemasaran perbankan syari’ah saat ini, penulis lebih ingin menganalisa pada elemen marketing mix yakni product, price, place dan promotion perbankan syari’ah ditambah dengan faktor pengembangan SDM perbankan syari’ah. Untuk elemen produk, ada beberapa strategi yang harus dilakukan perbankan syari’ah untuk mampu mengambil pangsa pasar yang lebih luas, yakni pertama, inovasi produk yang terus-menerus dengan menekankan aspek one stop service banking dan teknologi yang dinamis. Bahkan harus diupayakan, produk perbankan syari’ah lebih inovatif dan teknologi yang digunakan juga lebih maju dari perbankan konvensional. Hal ini dikarenakan kecenderungan produk bank syari’ah masih tertinggal teknologi dan inovasi produk. Kedua, melakukan upaya positioning produk yang jelas di pasar perbankan sehingga dihasilkan produk yang unggul di pasar rasional maupun spiritual dengan berorientasi pada pemenuhan terhadap perilaku konsumen secara umum. Branding “Bank Syari’ah, Lebih Dari Sekedar Bank” harus benar-benar teraplikasikan dalam produk-produknya yang memiliki keunggulan nyata di pasar. Dan ketiga, melakukan standarisasi pelayanan produk (pra /pasca pembelian) yang lebih baik dengan menyediakan infrastruktur layanan penjualan produk yang memadai, baik pada funding products maupun landing products..

Untuk harga (price), sebenarnya tidak menjadi faktor dominan dalam keberhasilan pemasaran produk perbankan syari’ah kalau seandainya positioning produk perbankan syari’ah sudah mampu dicapai dengan differensiasi yang kuat di pasar. Saat ini bagi hasil produk simpanan perbankan syari’ah sudah mampu bersaing (kompetitif) dengan bunga perbankan konvensional pada umumnya. Dan ini sebenarnhya menjadi keunggulan tersendiri bagi industri perbankan syari’ah. Di sisi lain, beberapa produk perbankan syari’ah sudah menjadi branding yang sangat kuat melalui pendekatan peluang price, seperti produk shar-e Bank Muamalat dikenal tabungan instant yang murah dan mudah didapatkan. Sehingga dalam jangka waktu kurang dari 4 tahun produk shar-e telah memiliki lebih 2 juta customer based. Bank Muamalat jeli memanfaatkan peluang price sebagai differentiation disamping aliansi penjualan dan layanan, yakni dengan menerapkan saldo minimal nol rupiah dan pembukaan tabungan yang relatif murah atau terjangkau. Jadi, strategi penerapan harga yang sesuai dan berorientasi pada karakteristik pasar sasaran menjadi faktor yang penting untuk terus diterapkan. Hal ini juga berlaku pada landing products bank syari’ah.

Strategi distribusi (place) produk perbankan syari’ah, lebih pada mengatasi kekurangan jaringan yang dimiliki perbankan syari’ah dibandingkan dengan perbankan konvensional. Pilihan aliansi penjualan dan aliansi produk harus menjadi cara yang bijak menyikapi kekurangan jaringan layanan dan penjualan di industri perbankan syari’ah Indonesia. Seperti telah disebutkan, keberhasilan produk shar-e melakukan aliansi penjualan dengan PT.POS Indonesia yang memiliki jaringan sangat luas di Indonesia, adalah contoh upaya mengatasi kekurangan tadi. Aliansi jaringan layanan penjualan produk dengan kombinasi strategi harga yang sesuai menjadi pilihan cerdas Bank Muamalat untuk melakukan differensiasi ekspansi pasar funding perbankan syari’ah. Selain memiliki fungsi meraup dana pihak ketiga masyarakat, ternyata produk Shar-e juga telah mampu menjembatani potensial customers di daerah-daerah yang belum terjangkau layanan perbankan syari’ah untuk menabung di bank syari’ah melalui kantor pos on line (lebih dari 3500 jaringan kantor on-line).

Promotion dalam pemasaran perbankan syari’ah, pelaku industri perbankan syari’ah tampaknya belum mampu memaksimalkan potensi promosi dan sosialisasi yang baik. Memang faktor besarnya promotion cost menjadi momok bagi bank syari’ah untuk melakukan promosi masif dan sosialisasi yang luas kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan kekuatan financial perbnkan syari’ah masih sangat kecil dibandingkan kompetitor perbankan konvensional. Kita sangat mengharapkan perananan yang lebih besar kepada pemerintah dalam hal ini otoritas moneter perbankan untuk terus melakukan upaya sosialisasi yang masif dan berkelanjutan terhadap industri perbankan syari’ah. Promosi tersebut haru saling bersinergi baik yang melalui up the line maupun melalui below the line. Pembentukan lembaga dan organisasi berbasis ekonomi Islam di masyarakat, seperti ASBISINDO, PKES, MES, IAEI, FOSSEI, akan mampu juga menjadi mitra strategis promosi sekaligus sosialisasi perbankan syari’ah yang lebih efektif dan luas.

Demikian pula forum-forum kegiatan seperti Festival Ekonomi Syari’ah (FES) yang diadakan dalam lingkup nasional harus mampu menjadi ajang promosi dan sosialisasi. Sehingga pelaku perbankan syari’ah, individu maupun institusi haru mendukung semua upaya dan kegiatan tersebut. Penulis juga merasa yakin, bahwa industri perbankan syari’ah akan berkembang seiring dengan perkembangan dakwah Islam di dunia. Semakin dakwah Islam berkembang di suatu tempat, maka berkembang dengan baik pula perbankan syari’ah di tempat tersebut.

Terakhir, pengembangan SDM perbankan syari’ah juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan pemasaran perbankan syari’ah itu sendiri. Kebutuhan yang tinggi dan ketersediaan tenaga profesional di bidang perbankan syari’ah yang masih sangat terbatas menjadi gap yang perlu untuk disikapi. Menurut Prof.DR. Suroso Imam Zadjuli,SE. kebutuhan Sumber Daya Insani dalam jangka menengah tahun mendatang saja diperlukan lulusan D3 s/d Doktor dalam ilmu ekonomi Islam sebanyak 38.940 orang. Sementara untuk jangka panjang 10 s/d 30 tahun diperlukan sebanyak 125.790 orang.

Maka diperlukan lembaga pencetakan lulusan-lulusan di bidang ekonomi Islam melaku lembaga pendidikan dan non pendidikan. Dilengkapi dengan kurikulum yang sesuai agar melahirkan lulusan yang mampu menelorkan konsep-konsep teori ekonomi Islam. Niscaya, dengan dasar pendidikan pelaku perbankan syari’ah yang memadai, akan mampu bersaing dan berdaya guna di industri perbankan nantinya. Kondisi saat ini, sebagian pelaku perbankan syari’ah justru berasal dari lulusan pendidikan non ekonomi syari’ah (konvensional), walaupun banyak diantara mereka yang cepat belajar bahkan lebih baik pemahamannya daripada profesional yang memiliki background pendidikan sesuai.

Dalam konteks pemasaran, diperlukan SDM yang memiliki kompetensi dalam bidangnya masing-masing, innovatif, menguasai tentang produk yang up to date dan berorientasi penjualan, pemahaman tentang kebutuhan pelanggan, consultative selling skills, dan dukungan pelatihan yang berkesinambungan berikut reinforcement-nya dari manajemen perusahaan. Hal ini sangat diperlukan dalam pemasaran, karena dalam pemasaran akan terus terjadi perubahan-perubahan, termasuk di industri perbankan, maka juga dibutuhkan pelaku perbankan syari’ah yang professional, militan dan mampu menyiapkan secara berkelanjutan generasi yang lebih baik. @selesai


Daftar Pustaka

Kantor Bank Indonesia Purwokerto, Kajian Ekonomi Regional Eks Karesidenan Banyumas Semester II 2008, Purwokerto, 2008.
Markplus Institute of Marketing (MIM), Comprehensive Professional Selling Skill Program. Jakarta , May 2009.
MarkPlus & Co, Positioning Differensiasi Brand (Memenangkan Persaingan dengan segitiga positioning-differensiasi-brand), Gramedia :Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
Majalah Ekono-mix Syari’ah, edisi Maret, Bandung, 2009.

Website Bank Indonesiah: ttp://www.bi.co.id. Perkembangan Perbankan Syari’ah Tahun 2008.

Selasa, 09 Desember 2008

“Wahai sekalian manusia! Perhatikan perkataanku ini. Aku tak tahu pasti, boleh jadi aku tiada lagi berjumpa kalian setelah tahun ini dalam keadaan seperti ini.”

“... Bahwasanya semua riba, kini tak lagi berlaku. Janganlah kalian berbuat aniaya sebagaimana kalian tidak pula dianiaya. Allah telah menentukan bagi kalian untuk tak lagi mengambil riba. Dan riba pertama yang kuhapus adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Semua itu, kini, tak lagi berlaku...”

( Khutbah Rasulullah Muhammad SAW Pada Haji Wada’, Lembah Uranah, 9 Dzulhijjah 10 H )
Alhamdulillahirrabbil’alamiin, patutlah bagi kita untuk menguntai puji kehadirat-Nya. Bersyukur atas nikmat yang tak bertepi, berlimpah tiada henti, senantiasa membanjiri relung-relung sanubari sepanjang hari. Takkanlah mampu kita menghitung nikmat Allah SWT (Q.S. 16:18) yang berlimpah. Shalawat serta salam kepada Nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Juga shalawat serta salam kepada keluarganya, para sahabatnya serta ummatnya yang senantiasa isiqomah hingga akhir zaman.

Idul Adha 1428 H yang kita rayakan pada hari ini sungguh, memiliki makna yang besar,disamping memberikan makna spiritual juga makna kontekstual. Makna spiritual jelas melingkupi hari yang penuh kebaikan, dimana ummat Islam dari seluruh penjuru dunia saat ini, mereka berkumpul di Tanah Suci menunaikan ibadah haji. Haji merupakan ibadah dengan ritualitas terlengkap, bagian dari rukun Islam, yang diharapkan akan membentuk kualitas pribadi-pribadi yang bukan hanya shaleh secara ritual, akan tetapi mampu meraih keshalehan spiritual dan keshalehan sosial. Kita doakan para jamaah haji yang saat ini sedang berada di Tanah Suci, senantiasa dalam kebaikan dan mampu meraih haji yang mabrur.

Energi spiritualitas Idul Adha 1428 H, juga sangat kita rasakan di tempat kita tinggal sekarang ini. Alhamdulillah, dengan penuh kekhusyukan,kita bersama telah melaksanakan ibadah shaum sunah arafah, kita lantunkan takbir, tahlil dan tahmid sepanjang malam hingga pagi ini, dan kemudian dirangkaikan dengan pelaksanaan shalat Idul Adha dan insya Allah nanti akan dilanjutkan dengan ibadah pemotongan sekaligus pembagian hewan qurban bagi ummat Islam yang melaksanakan (Q.S.108:2). Suatu rangkaian ibadah yang juga diharapkan akan mampu memberikan makna bagi peningkatan kualitas diri seorang muslim agar memiliki keshalehan ritual, spiritual, dan tentunya keshalehan sosial. Mudah-mudahan, amal ibadah kita tadi senantiasa diterima Allah SWT menjadi kualitas ibadah yang baik, yang bermuara pada peningkatan kualitas ketakwaan kita kepada-Nya. Aamiin, ya... rabbal’alamiin.

Idul Qurban 1428 H dalam makna kontekstual, sekarang kita telah berada di penghujung tahun Miladiyah maupun Hijriyah. Banyak sekali peristiwa dan permasalahan ummat yang melingkupi sepanjang waktu hampir setahun ini. Di dalam negeri, permasalahan lumpur Lapindo tiada berujung selesai. Harga minyak dunia yang terus melambung, justru menambah beban permasalahan ekonomi. Karena sekarang ini, Indonesia sudah bukan lagi menjadi negara pengekspor minyak, walau masih menjadi anggota OPEC, impor minyak untuk kebutuhan dalam negeri sudah lebih besar dari ekspor minyak kita. Permasalahan para penghuni negeri ini mulai dari anak-anak sekolah, remaja, mahasiswa sampai artis dan public figure, sudah banyak diantara mereka yang semakin lekat dan dekat dengan narkoba, pornografi, seks bebas dan gaya hidup hedonisme.

Kriminalitas merajalela dimana-mana, dengan modus operandi yang semakin beragam, korbanpun banyak berjatuhan. Terkuaknya banyak kasus korupsi & kolusi, mental aparatur negara yang perlu dibenahi, meningkatnya angka pengangguran dan makin bertambahnya jumlah penduduk miskin. Belum lagi, bencana demi bencana telah terjadi, baik yang diakibatkan oleh investasi jangka panjang kelalaian manusia, maupun karena letak dan geografis kita yang memang rawan bencana. Semua itu terakumulasi sedemikian kompleks, menambah dan memperparah kondisi krisis multidimensional di negara ini.

Dalam permasalahan global, dalam bulan ini pula, telah dilangsungkan Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Nusa Dua Bali. Kerusakan bumi sebagai akibat dari pemanasan global (global warming), bumi benar-benar semakin panas, dimana langit kian hitam karena polusi karbon dioksida (CO2), tanah terbelah akibat kekeringan, permukaan air laut meningkat. Tak heran, jika kini suhu global telah mengalami peningkatan 0,2 derajat celcius sejak 2000-2007, yang diperkirakan akan kembali terjadi peningkatan suhu global hingga 3 derajat celcius pada tahun 2050 yang antara lain membuat seluruh es di Kutub Utara mencair. Dan bila itu terjadi, permukaan air laut akan meningkat tajam yang akan berdampak pada tenggelamnya sebagian daerah pesisir di muka bumi ini.

Di sisi lain, keprihatinan ummat Islam, dengan permasalahan bangsa Palestina yang semakin terdzalimi, kemerdekaan yang menjadi hak mereka, bagai jauh panggang dari api. Kesewenang-wenangan Amerika dan Yahudi laknatullah ’alaih, semakin merajalela, bukan hanya di Palestina, namun juga di Afghanistan, Irak, Sudan, dan terakhir Iran pun menjadi objek incaran skenario kejahatan penjajah dunia tersebut. Belum lagi, ketika kita melihat dari penjajahan yang dilakukan dalam bidang ekonomi, politik dan budaya, yang jelas-jelas berusaha menjauhkan ummat ini dari kehidupan yang damai, sejahtera, berkeadilan dan kebebasan dalam menjalankan nilai-nilai syari’ah Islam.

Namun dibalik permasalahan dan keprihatinan yang melanda bangsa Indonesia khususnya dan Ummat Islam pada umumnya, tentunya masih banyak prestasi dan keberhasilan ummat yang patut kita banggakan. Diantaranya, sekarang ini telah semakin berkembang pesat lembaga dan sistem Ekonomi Islam di seluruh dunia, sebagai sebuah kekuatan sistem ekonomi yang diakui memiliki keunggulan dan kesempurnaan. Hal ini dapat dilihat dari tumbuh dan berkembang pesatnya lembaga-lembaga ekonomi syari’ah, seperti perbankan .....syari’ah, asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah, multifinance syari’ah, Baitul Mal wa Tamwil (BMT), danareksa syari’ah dll. Perkembangan ini bukan hanya terjadi di Indonesia, akan tetapi juga terjadi di negara-negara Asia lainnya, Timur Tengah, Afrika bahkan Eropa. Bahkan, Inggris sebagai negara yang bukan mayoritas berpenduduk Muslim, sedang giat mengembangkan sistem ekonomi syari’ah dan menginginkan negaranya kelak menjadi pusat bisnis syari’ah dunia.

Di Indonesia, alhamdulillah, geliat ekonomi Islam didahului berdirinya perbankan syari’ah pertama yakni PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Tahun 1992. Sampai dengan saat ini di Indonesia, telah ada 3 perbankan umum syari’ah, dan 27 unit usaha syari’ah (unit syari’ah dari perusahaan perbankan konvensional) dengan puluhan ribu layanan perbankan syari’ah di seluruh Indonesia. Perkembangan yang pesat, tidak luput dari peran pemerintah dan juga masyarakat yang sadar bertransaksi halal.

Dewasa ini, sudah menjadi keyakinan bahwa interest rate (bunga) merupakan urat nadi dari sistem ekonomi konvensional. Hampir tidak ada aspek perekonomian yang luput dari unsur interest rate (bunga), baik transaksi lokal dalam lembaga-lembaga ekonomi, struktur ekonomi negara maupun perdagangan internasional. Salah satu sebab utama ketertarikan pasar terhadap bunga adalah karakteristik pre-determined return (kepastian hasil). Walaupun, pengamat dunia berkeyakinan, interest rate mempunyai andil cukup besar bagi terciptanya lebih dari 20 krisis dalam sektor keuangan dunia sepanjang abad 20.

Kemudian, para perintis dan pengamat ekonomi Islam meyakini, bahwa bunga yang bersifat pre-determined akan mengeksploitasi perekonomian, bahkan cenderung menjadi misalokasi resources dan penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang berdampak kepada ketidakadilan, inefficiency dan instabilitas ekonomi. Oleh karena itu, jangan disalahkan jika para ulama dunia bahkan Indonesia, telah sepakat mengharamkan bunga yang identik dengan riba, untuk diterapkan dan digunakan dalam kegiatan transaksi ekonomi ummat Islam. Terbukti dari apa yang tadi telah disampaikan, bukan hanya nilai agama yang menjadi landasan, tetapi juga logika-logika ekonomi konvensional pun memberikan koreksi terhadap kelemahan bunga yang dalam penerapannya jauh dari nilai berkeadilan. Bukankah Allah SWT telah menyatakan dalam Al Qur’an (3:130 ) “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” .

Dalam sistem ekonomi Islam dikenal adanya sistem profit and loss sharing (bagi hasil). Semua transaksi yang dilakukan haruslah berdasarkan prinsip rela sama rela (an taraddin minkum) dan juga tidak boleh ada pihak yang menzalimi dan dizalimi. Dalam setiap kegiatan ekonomi dan bisnis kita dilarang melakukan kecurangan dan kezaliman. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. 4: 29, ”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”

Demikian pula Allah SWT berfirman dalam surat dan ayat yang lain (QS.2:278-279) “Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”

Pada kesimpulannya, mengapa ekonomi Islam memiliki karakteristik yang unggul, sempurna dan berkeadilan, karena pada hakekatnya dalam sistem Ekonomi Islam mempunyai 4 karakteristik dasar yang membedakan dengan sistem ekonomi kontemporer yakni:

Pertama, sistem ekonomi Islam adalah dialektika nilai-nilai spiritualisme dan materialisme , bukan hanya terfokus pada nilai-nilai materialisme akan tetapi juga menekankan nilai-nilai kebersamaan dan kasih sayang di antara individu masyarakat.

Kedua, sistem ekonomi Islam memberikan nilai kebebasan berekonomi, yakni membenarkan kepemilikan individu dan kebebasan dalam bertransaksi sepanjang dalam koridor syari’ah yang akan mendorong seseorang bekerja dan berproduksi demi tercapainya hidup yang lebih sejahtera.

Ketiga, sistem ekonomi Islam dibangun atas kesadaran bahwa hakekatnya pemilik harta yang murni dan hakiki adalah Allah SWT, yang memberikan konsekuensi bahwa apa yang dilakukan terhadap kekayaan alam ini tidak boleh bertentangan dengan keinginan dan kehendak Allah SWT.. Walaupun demikian, manusia tetap diberi kebebasan untuk memberdayakan, mengelola dan memanfaatkan harta bendanya.

Keempat, sistem ekonomi Islam memiliki tujuan mulia, yakni menjaga kemaslahatan individu dan masyakarat. Oleh karena itu, dilarang segala praktek maisir (judi), gharar (menipu), riba dan bathil. Karena semua itu akan merusak tatanan kehidupan ekonomi yang berkeadilan dan terciptanya kemaslahatan individu dan masyarakat.

Oleh karena itu, saatnya bagi kita semua, menjadi pendukung utama bagi tegaknya sistem Ilahiyah ini, minimal dalam setiap aktivitas ekonomi yang kita jalankan sehari-hari. Wallahu a’lam bishawab.( Kadar Budiman, SEI., S.Sos., tulisan ini merupakan isi khutbah idul adha 1428H di Alun-Alun Purwosari-Purwokerto)

EKONOMI ISLAM MENJAWAB KRISIS GLOBAL 2008

Momentum Idul Adha 1429 H haruslah menjadikan renungan untuk menyadarkan kita semua, bahwasanya Allah SWT melalui pemaknaan dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim AS dan Ismail, memerintahkan kepada kita menjalankan sekaligus dua dimensi ibadah yang mencangkup habluminallah dan habluminannas, yakni menjalankan ibadah ritual sekaligus ibadah sosial. Ibadah ritual yang sekarang sedang kita lakukan, serta pemotongan hewan qurban yang sudah kita rencanakan setelah ini, menjadi bagian yang tidak terpisahkan untuk membentuk kualitas keimanan dan ketaqwaan dalam bingkai kesalihan spiritual dan kesalihan sosial.

Kurban berasal dari bahasa Arab qurb atau qurbun artinya dekat atau mendekati, seakar dengan kata qarib. Sahabat qarib artinya teman dekat. Kebersediaan Nabi Ibrahim mengurbankan Ismail, atau pengurbanan Ismail atas dirinya sendiri bersedia disembelih, tiada lain untuk mencapai jarak sedekat mungkin dengan Allah SWT. Kurban bertujuan agar menjadi media mendekatkan diri kepada Allah, dan agar suasana persaudaraan dengan sesama lebih akrab (dekat). Oleh karena itu, bukan nilai fisik kurban yang terpenting, tetapi ketulusan berkurbanlah yang utama diperlukan. Al-Qur’an menegaskan, “Bukan daging dan bukan pula darah hewan kurban yang diterima Allah, tetapi takwa dari kamu.” (Q.S. Al-Hajj: 37).

Dalam dimensi ibadah sosial, tetumbuhan dikeluarkan zakatnya setiap panen. Zakat fitrah dalam rangka mengakhiri Ramadhan menuju menjelang Idul Fitri, berupa bahan makanan pokok. Dalam rangka Idul Adha perintahnya bukan zakat, tetapi penyembelihan kurban. Antara masing-masing perintah ibadah sosial itu tidak boleh dipertukarkan. Zakat fitrah tidak bayar kambing, kurban pun tidak dibayar beras. Inilah salah satu integralitas dan universalitas ajaran Islam, senantiasa memerintahkan perilaku kepedulian yang multidimensi, terkadang dalam bentuk mengatasi kelaparan sesaat seperti zakat fitrah, mengatasi problem ekonomi fakir-miskin melalui zakat maal, dan perbaikan gizi hewani melalui ibadah kurban.
Idul Adha di tengah suasana krisis sekarang ini, membuat kita prihatin, dimana harga barang kebutuhan hidup semakin mahal, tingginya angka inflasi, semakin bertambahnya populasi orang miskin, belum lagi tingginya angka PHK, serta dampak negatif lainnya. Namun, kejadian ini haruslah menjadikan hikmah kesabaran bagi kita semua, Allah telah mengingatkan: ”Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Q.S. Al Baqarah:155)
Memang, krisis keuangan global yang terjadi di Amerika Serikat telah menimbulkan keterpurukan ekonomi yang sangat dalam bagi perekonomian dunia. Ada banyak analisis terkait dengan sumber penyebab kehancuran pasar finansial, mulai dari kebijakan defisit AS, kebijakan suku bunga rendah di era Greenspan, keserakahan elit politik, kegiatan spekulatif para petinggi perusahaan, seperti dilakukan Dick Fuld, CEO Lehman Brothers, tingginya biaya program politik luar negeri, manipulasi laporan keuangan dan lain-lain. Hampir semua analisis itu tidak menukik kepada akar masalah yang paling dalam, sehingga apapun obat dan strategi pemulihan yang diberikan pasti tidak mujarab. Dalam Al Qur’an Allah berfirman:"Telah nyata kerusakan di darat dan di laut, karena ulah tangan manusia, supaya kami timpakan kepada mereka akibat dari sebagian perilaku mereka.Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan Allah"(Q.S. Ar-Rum:41)
Pada intinya, krisis keuangan global dapat dibedakan kepada dua macam krisis, pertama krisis di pasar modal (capital market) dan kedua krisis di pasar uang (money market). Kedua bentuk financial market itu membuka peluang kepada transaksi dengan tingkat spekulasi yang tinggi. Keduanya menggunakan bunga sebagai instrumen. Keduanya juga memisahkan sektor moneter dan sektor riil sebagaimana diajarkan sistem ekonomi kapitalis.
Maraknya bisnis spekulasi pada kedua pasar keuangan di atas, yaitu di pasar modal dan pasar valas (money market) sehingga ekonomi dunia terjangkit penyakit yang bernama balon economy (bubble economy). Disebut ekonomi balon, karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong. Bubble economy adalah sebuah ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riil, bahkan sektor riil tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya.
Sebenarnya, sebagian pakar ekonomi dunia telah menyadari kerapuhan sistem moneter kapitalisme seperti itu. Teori Bubble growth dan random walk telah memberikan penjelasan yang meyakinkan tentang bahaya transaksi maya (bisnis dan spekulasi mata uang dan bisnis ”spekulasi” saham di pasar modal).
Data riil menunjukkan sebelum krisis moneter Asia, dalam satu hari, dana yang beredar dalam transaksi maya di pasar modal dan pasar uang dunia, diperkirakan rata-rata beredar sekitar 2-3 triliun dolar AS atau dalam satu tahun sekitar 700 triliun dolar AS. Padahal arus perdagangan barang secara international dalam satu tahunnya hanya berkisar 7 triliun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan arus barang (Republika, 18-8-2000).
Inilah sejatinya ekonomi kapitalisme yang rawan krisis itu, tidak melarang praktik maghrib, sedangkan ekonomi Islam sangat keras mengecamnya. Maghrib adalah akronim dari maysir, gharar dan riba. Tiga macam praktik terlarang inilah yang menjadi faktor dan biang utama krisis. Maysir adalah kegiatan bisnis yang berbentuk judi dan spekulasi. Spekulasi selalu terjadi di pasar modal dalam bentuk short selling dan margin trading. Sedangkan gharar ialah transaksi maya, derivatif dan karenanya ia menjadi bisnis yang sangat beresiko tinggi.
Riba ialah az-ziyadah lam yuqabilha 'iwadh, artinya, riba adalah tambahan yang diperoleh tanpa didasarkan adanya 'iwadh. Iwadh ialah transaksi bisnis riel yang terdiri dari 3 macam, yaitu jual beli, bagi hasil dan ijarah (sewa). Di pasar modal seringkali para investor meraup keuntungan tanpa adanya underlying asset, atau sektor riel yang melandasinya. Tujuan investor bukan untuk menanam saham secara riil di sebuah emiten, tetapi semata untuk meraih gain melalui praktik margin trading. Dan celakanya lagi, di dalam financial market, margin trading dan fiat standart ditetapkan berdasarkan instrumen bunga.
Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam Al-Qur'an (QS: 2 :275-279), pada hakikatnya merupakan pelarangan terhadap transaksi maya atau derivatif . Firman Allah, "Allah menghalalkan jual-beli (sektor riel) dan mengharamkan riba (tranksaksi maya)....” (QS.Al Baqarah:275). Ekonomi syari’ah senantiasa menempatkan keseimbangan antara sektor keuangan dan sektor riil (atau bisa disebut economy 1 on 1). Tegasnya, one monetery unit for one real asset. Dalam kerangka itulah Ekonomi Islam mengajarkan kegiatan bisnis riil melalui jual beli, bagi hasil dan ijarah. Inilah sistem keselamatan yang seharusnya kita aplikasikan. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk tetap istiqomah menganut dan menjalankan aturan-Nya dalam setiap akitivitas hidup ini.(kdr)
----- tulisan ini merupakan sebagian isi khutbah Idul Adha 1429 H di Perumahan Purwosari Indah Purwokerto ; isi tulisan diambil dari berbagai sumber -----

Jumat, 15 Agustus 2008

STRATEGI PENJUALAN MOBIL SEDAN MERK “BAWORS”

PERMASALAHAN
Kami, Ziya Consultant, adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang konsultan marketing. Kompetitor kami di Indonesia, seperti Markplus & Co. sudah terlebih dahulu eksis. Namun kami berupaya untuk terus menjaring pasar-pasar potensial di Indonesia yang memang masih terbuka luas. Salah satunya adalah PT. MOTOR JAVA , salah satu perusahaan otomotif terkenal di Indonesia yang memproduksi produk-produk mobil rakyat dengan harga terjangkau. Produk mobilnya dengan merk “JAVA” memiliki pangsa pasar (market share) sebesar 25% untuk mobil sejenis sedan. Mobil “JAVA” memiliki beberapa seri ada W-O (1000cc), W-I (900cc), W-U (850cc). Dengan harga dibawah 80 juta, mobil sedan ini terbilang cukup murah, wajar walau baru 5 tahun berdiri, PT. MOTOR JAVA sudah mampu merebut pasar mobil sedan cukup besar.

Pada tahun 2008 ini, PT. MOTOR JAVA rencananya akan memproduksi mobil sedan mewah, dengan kisaran harga diatas 300 juta. Hal ini untuk memperluas segmen pasar penjualannya dengan target mendapatkan 10% pangsa pasar penjualan sedan mewah di Indonesia sampai dengan semester pertama tahun 2009. Perusahaan ini rencananya akan mengeluarkan produk dengan nama “BAWORS”, yang berslogan “ANGLESS TUR UENAK TENAN”.

Yang menjadi permasalahan, PT. MOTOR JAVA sudah terlanjur terkenal sebagai produsen mobil-mobil murah dengan kualitas rakyat. Untuk merambah dan merebut pasar penjualan mobil mewah, ada banyak kompetitor yang sudah eksis, seperti Mercedez Benz, VOLVO, BMW, PEUGOT, AUDI dan lain sebagainya. Sehingga dibutuhkan strategi yang baik agar nantinya produk ini mampu menembus dan merebut pasar potensial untuk mobil sedan mewah.

Manajemen PT. MOTOR JAVA mempercayakan kepada Ziya Consultant untuk menciptakan strategi pemasaran yang baik agar target pangsa pasar 10% tercapai. Untuk itu, Ziya Consultant akan mengemukakan hasil akhir dari penelitian dan pengamatan yang dilakukan agar strategi pemasaran mobil “BAWORS” mencapai sukses.

PENYELESAIAN MASALAH (PROBLEM SOLVING)

Dalam ilmu marketing modern dikenal apa yang disebut STP yakni Segmentation, Targeting dan Positioning. Karena PT. Motor Java sebagai produsen sedan “BAWORS” sudah terlanjur terkenal sebagai produsen mobil-mobil sedan murah, tentunya strategi yang diterapkan harus melihat berbagai aspek. Oleh karena itu, Ziya Consultant akan memberikannya dalam format analisa STAR (Situation, Target, Action, dan Recommendation).

SITUATION
- Persaingan pasar penjualan mobil sedan mewah cukup tinggi, dengan kompetitor dari berbagai perusahaan yang rata-rata berasal dari luar negeri.
- PT. MOTOR JAVA terkenal sebagai produsen mobil sedan murah dengan kualitas untuk rakyat.
- Mobil BAWORS merupakan produk baru yang didesain untuk menjadi mobil sedan berkelas asli produksi dalam negeri.
- Pembeli dan pencinta mobil mewah, sudah terlanjur mengidentikan mobil mewah harus mobil merk luar negeri yang berkelas.
- Rata-rata pembeli potensial, menjadikan sedan mewah sebagai barang kebanggaan selain mempertahankan eksistensi privacy yang memiliki.
- Pasar untuk penjualan sedan mewah masih terbuka lebar, terbukti sampai dengan saat ini banyak produk mobil mewah buatan luar negeri membanjiri wilayah Indonesia.
- Wilayah yang menjadi tempat pemasaran mobil mewah adalah kota-kota besar (sekelas ibukota propinsi) yang memiliki kemampuan daya beli tinggi.

TARGET
- Mendapatkan pangsa pasar 10% untuk penjualan mobil BAWORS di kelasnya.
- Menghilangkan kesan bahwa BAWORS adalah mobil sedan pengembangan dari mobil sedan murah buatan PT.Motor Java.

ACTION
- Telah dilakukan survey di lapangan, rata-rata setiap responden meragukan PT. Motor Java mampu memproduksi mobil sedan mewah sekelas mobil-mobil mewah merk luar negeri.
- PT. Motor Java telah memiliki cabang dealer baru di Thailand dan Korea Selatan.

RECOMMENDATION
- Untuk menghilangkan kesan bahwa BAWORS adalah produk PT. Motor Java yang menjual produk mobil murah, maka produksinya harus menggunakan nama perusahaan lainnya. Atau dapat dilakukan dengan cara membuat perusahaan baru, dengan mayoritas saham dari PT. Motor Java.
- Produksi dilakukan jangan di dalam negeri, bisa diproduksi pada dua negara tempat cabang PT. Motor Java yakni di Thailand atau Korea Selatan. Hal ini untuk memberikan diferensiasi produk mobil mewah bagi pasar dalam negeri. Atau jika memungkinkan, dapat dilakukan produksi di negara-negara tempat mobil mewah, seperti Amerika, Inggris, Jerman atau Perancis. Sehingga konsumen akan memberikan kesan berbeda, bahwa ini produk luar negeri.
- Tempat penjualan mobil ini jangan disatukan dengan dealer mobil PT. Motor Java, tapi dilakukan oleh perusahaan dealer lain, hal ini untuk membidik pasar yang berbeda (targeting) dengan penjualan di dealer PT. Motor Java.
- Karena ini mobil mewah, jadikan produk BAWORS bukan sekedar mewah tapi produk antik yang memiliki nilai seni & jual yang tinggi. Oleh karena itu, buatlah spesifikasi berbeda dengan mobil mewah lainnya.
- Buatlah tempat penjualan (dealer) mobil BAWORS berbeda dengan dealer mobil mewah lainnya. Buat seperti galery yang mencerminkan tempat penyimpanan barang antik dan langka. Konsumen akan merasa memiliki barang mewah yang sulit orang lain mendapatkannya.

SUMBER INSPIRASI
Kertajaya,Hermawan. STP “Segmentasi, Targeting & Positioning”. PT. Gramedia Utama. Jakarta. 2006.

PERBANKAN SYARI’AH DAN PENYELESAIAN SENGKETA

I. Pendahuluan

Berbicara mengenai lembaga ekonomi syari’ah, khususnya di Purwokerto & sekitarnya,tidak akan terlepas dari peran keberadaan perbankan syari’ah dan asuransi syari’ah serta Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang sekarang ini sudah banyak berdiri. Dalam wilayah BI Purwokerto sendiri telah ada dua bank umum syari’ah, yakni Bank Muamalat Indonesia (sejak 2004) dan Bank Syari’ah Mandiri (sejak 2006). Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) di wilayah eks karsidenan Banyumas bahkan sudah ada 6 , yakni BPRS Buana Mitra Perwira di Purbalingga, BPRS Khasanah Ummat dan BPRS Bina Amanah Satria di Purwokerto,BPRS Artha Leksana di Wangon, BPRS Suriyah di Cilacap, dan BPRS Bumi Artha Sampang di Sampang. Demikian juga dengan Asuransi Syari’ah, telah ada Asuransi Takaful, Asuransi Syarikah Mubarokah, dan Asuransi Bumida Syari’ah. Untuk BMT bahkan sudah tercatat lebih dari 30 yang berbadan hukum resmi, belum termasuk koperasi konvensional yang menjelma menjadi BMT dalam operasionalnya.
Memang perkembangan lembaga keuangan syari’ah, khususnya perbankan syari’ah begitu besar, baik di daerah,nasional, bahkan internasional. Hal ini tidak lepas dari semakin sadarnya masyarakat untuk bertransaksi non ribawi, disamping jasa keuangan syari’ah juga telah mampu bersaing dengan jasa keuangan konvensional, baik dari segi layanan maupun kualitas produknya. Sehingga jika kita sebagai muslim/ah tinggal di perkotaan namun belum mengenal jasa keuangan syari’ah (khususnya Bank Syari’ah) akan menjadi katrok (kampungan) kalau boleh meminjam istilah dari Tukul Arwana.
Sejarah awal perbankan syari’ah awalnya mulai mewujud di Mesir pada dekade 1960-an dalam bentuk rural-social bank (semacam lembaga keuangan unit di pedesaan) yang bernama Mit Bhamr Bank binaan Prof.Dr.Ahmad Najjar. Dan pada Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah tahun 1975,berdirilah Islamic Development Bank (IDB) yang beranggotakan 22 negara pada awal berdirinya. Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syari’ah,sehingga pada priode 1970-an dan awal 1980-an bank-bank syari’ah banyak bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara Teluk,Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Sedang di Indonesia, bank syari’ah pertama berdiri pada era 1990-an, yakni pada tanggal 1 Mei 1992 dengan berdirinya PT.Bank Muamalat Indonesia di Jakarta. Berdirinya bank ini tidak lepas dari peran Majelis Ulama Indonesia dan para cendekiawan muslim yang tergabung dalam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan juga tokoh-tokoh pemerintah pada waktu itu.
Awal berdirinya masih memakai dasar hukum UU Perbankan No.7 tahun 1992 tentang Perbankan yang mengandung ketentuan tentang bolehnya bank beroperasi dengan sistem bagi hasil. Kemudian berkat perjuangan kaum professional dan cendekiawan, maka timbul amandemen yang melahirkan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang memuat ketentuan & aturan lebih rinci tentang bank syari’ah. Hal ini juga tidak terlepas dari prestasi bank syari’ah pada waktu itu (dalam hal ini Bank Muamalat Indonesia), sebagai salah satu bank yang tetap eksis,walaupun diterpa krisis moneter 1998. Bahkan dengan system syari’ah yang diterapkan, Bank Muamalat pada saat krisis moneter tidak satu rupiah pun menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebagai upaya pemerintah untuk mengobati bank-bank sakit pada waktu. Dan selanjutnya, setelah pasca krismon 1998, perkembangan perbankan syari’ah semakin melejit, bukan hanya penambahan jumlah Bank Umum Syari’ah yakni Bank Syari’ah Mandiri & Bank Mega Syari’ah Indonesia, tetapi juga semakin menjamurnya Bank Konvensional yang membuka Unit Usaha Syari’ah (UUS), seperti BNI Syari’ah,BRI Syari’ah,BTN Syari’ah, Danamon Syari’ah, Bank IFI Syari’ah, BII Syari’ah, Bank Permata Syari’ah, Bank Jabar Syari’ah, Bank DKI Syari’ah dll.

II. Perbedaan Bank Syari’ah & Bank Konvensional
Orang masih sering mempersepsikan sama antara bank syari’ah dan bank konvensional (bank non syari’ah). Padahal banyak perbedaan secara prinsip dan operasional antara keduanya. Berikut disajikan dalam bentuk tabel:

No.
Bank Syari’ah
Bank Konvensional (Non Syari’ah)
1.

2.

3.

4.


5.


6


7.
8.
Melakukan Investasi-Investasi yang halal (sesuai Syari’ah Islam)
Menggunakan prinsip bagi hasil, jual beli, sewa dan akad-akad muamalah lainnya.
Profit & falah (mencari kemakmuran di dunia & kebahagiaan akhirat) oriented.
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan.

Penghimpunan & penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syari’ah (DPS)
Landasan hukumnya menggunakan hukum positif dan Syari’ah Islam.

SDM & lingkungan kerja yang Islami
Ada Dewan Pengawas Syari’ah (DPS)

Investasi yang halal dan haram

Memakai perangkat bunga.

Profit oriented.

Hubungan dgn nasabah dlm bentuk hubungan creditur-debitur

Tidak ada ketentuan tersebut.

Landasan hukumnya hanya hukum positif (konvensional)

Tidak ada ketentuannya.
Tidak ada DPS.


III. Kegiatan Bank Syari’ah dan Sengketa Perbankan

Tabel kegiatan usaha Bank Syari’ah:
Menghimpun dana Masyarakat
Jenis
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
Prinsip Syari’ah
Wadiah
Mudharabah
Wadiah
Mudharabah
Mudharabah
Penyebab Sengketa
Pemalsuan & Penyalahgunaan tanda tangan.
Penggunaan Personal Identification Number (PIN) oleh yg tdk berhak.
Bank dilikuidasi oleh pemerintah.
Alat Bukti
Perjanjian Pembukaan Rekening & Contoh Tanda Tangan
Keterangan Saksi
Keterangan Terdakwa
Keterangan Ahli
Buku Tabungan, Bilyet Deposito, Kartu ATM, Cek/BG.

Penyaluran Dana Kepada Masyarakat
Jenis

Pembiayaan
Jual Beli
Lainnya
Prinsip Syari’ah
Mudharabah Musyarakah
Murabahah
Salam
Istishna
Qordh
Ijarah
Penyebab Sengketa
Wan prestasi
Alat Bukti
Akad (Perjanjian Pembiayaan)
Keterangan Saksi
Keterangan Terdakwa
Keterangan Ahli

Lahirnya undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama telah membawa perubahan besar dalam eksistensi lembaga Peradilan Agama saat ini. Salah satu perubahan mendasar adalah penambahan wewenang lembaga Peradilan Agama antara lain dalam bidang ekonomi syari’ah.
Berdasarkan pasal 9 huruf ( i ) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama ditegaskan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa , mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk “ekonomi syari’ah”. Yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah yang meliputi bank syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi syari’ah, dan surat berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah, pergadaian syari’ah, dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah.
Sebelum turunnya UU No.3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama tersebut, penyelesaian permasalahan sengketa pada lembaga keuangan syari’ah adalah sebagai berikut:

a. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
Perkembangan bisnis ummat muslim berdasar syari’ah makin menunjukkan kemajuannya, maka kebutuhan akan lembaga yang dapat menyelesaikan persengketaan yang terjadi atau mungkin terjadi dengan perdamaian dan prosesnya secara cepat merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) memprakarsai berdirinya BAMUI dan mulai dioperasionalkan pada tanggal 1 Oktober 1993. Adapun tujuan dibentuk BAMUI adalah pertama : memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa muamalah perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain, kedua : menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian tanpa adanya suatu sengketa untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut.

b. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) berkedudukan di Jakarta dengan cabang-cabang atau perwakilan ditempat-tempat lain yang dianggap perlu.
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) pada saat didirikan bernama Badan Arbitrase Muamalat indonesia (BAMUI). BAMUI didirikan pada tanggal 21 Oktober 1993, berbadan hukum Yayasan. Akte pendiriannya di tandatangani oleh Ketua Umum MUI Bp. KH. Hasan Basri dan Sekretaris Umum Bp. HS Prodjokusumo. BAMUI dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan keputusan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI tahun 1992. Perubahan nama dari BAMUI menjadi BASYARNAS diputuskan dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama, perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003.
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sesuai dengan Pedoman Dasar yang ditetapkan oleh MUI : ialah lembaga hakam yang bebas, otonom dan independent, tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan dan pihak-pihak manapun. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah perangkat organisasi MUI sebagaimana DSN (Dewan Syariah Nasional), LP-POM (Lembaga Pengkajian, Pengawasan Obat-obatan dan makanan), YDDP (Yayasan Dana Dakwah Pembangunan).
Adapun dasar hukum pembentukan lembaga BASYARNAS sebagai berikut :
1). Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
2). SK MUI (Majelis Ulama Indonesia)
SK. Dewan Pimpinan MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional.
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah lembaga hakam (arbitrase syariah) satu-satunya di Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang timbul dalam bidamng perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain.
3). Fatwa DSN-MUI
Semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) perihal hubungan muamalah (perdata) senantiasa diakhiri dengan ketentuan : ”Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah”.

c. Proses Ligitasi Pengadilan

Sengketa yang tidak dapat diselesaikan baik melalui sulh (perdamaian) maupun secara tahkim (arbitrase) akan diselesaikan melalui lembaga Pengadilan. Menurut ketentuan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 35 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Dalam hal penyelesaian sengketa bisnis yang dilaksanakan atas prinsip-prinsip syari’ah melalui litigasi Pengadilan terdapat beberapa kendala, antara lain belum tersedianya hukum materil baik yang berupa undang-undang maupun Kompilasi sebagai pegangan para hakim dalam memutus perkara. Disamping itu, masih banyak para aparat hukum yang belum mengerti tentang ekonomi syari’ah atau hukum bisnis Islam. Dalam hal yang menyangkut bidang sengketa, belum tersedia lembaga pennyidik khusus yang berkompeten menguasai hukum syariah.
Pemilihan lembaga Peradilan Agama dalam menyelsesaikan sengketa bisnis (ekonomi) sayari’ah merupakan pilihan yang tepat dan bijaksana. Hal ini akan dicapai keselarasan antara hukum material yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam dengan lembaga peradilan agama yang merupakan representasi lembaga Peradilan Islam, dan juga selaras dengan para aparat hukumnya yang beragama Islam serta telah menguasai hukum Islam. Sementara hal-hal yang berkaitan dengan kendala-kendala yang dihadapai oleh pengadilan agama dapat dikemukakan argumentasi bahwa pelimpahan wewenang mengadili perkara ekonomi syari’ah ke Pengadilan Agama pada dasarnya tidak akan berbenturan dengan asas personalitas ke-Islaman yang melekat pada Pengadilan agama. Hal ini sudah dijustifikasi melalui kerelaan para pihak untuk tunduk pada aturan syari’at Islam dengan menuangkannya dalam klausula kontrak yang disepakatinya. Selain kekuatiran munculnya kesan eksklusif dengan melimpahkan wewenang mengadili perkara ekonomi syari’ah ke Pengadilan Agama sebenarnya berlebihan, karena dengan diakuinya lembaga ekonomi syari’ah dalam undang-undang tersebut berarti Negara sudah mengakui eksistensinya untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah kapada siapa saja, termasuk juga kepada yang bukan beragama Islam.

IV. Penutup

Dengan adanya Lembaga Keuangan syari’ah, khususnya Bank Syari’ah yang mendasarkan prinsip operasionalnya berdasarkan syari’ah Islam, maka pemberlakuan hukum syari’ah dan hukum positif (sebagai lembaga perbankan) melekat pada lembaga tersebut. Oleh karena itu, penyelesaian perkara (sengketa hukum) dalam perbankan syari’ah juga berbeda dengan penyelesaian sengketa di perbankan konvensional. Sehingga pemerintah mengeluarkan UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang menetapkan kewenangan lembaga Peradilan Agama untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara di bidang ekonomi syari’ah.
Sebelum lahirnya peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum formil dan hukum materiel tentang ekonomi syari’ah dalam penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, sebaiknya hakim Pengadilan Agama menguasai hukum perjanjian yang terdapat dalam hukum perdata umum (KUH Perdata), juga semua fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Indonesia, dan Dewan Wakaf Nasional Indonesia. Saat ini Kelompok Kerja Perdata Agama (Pokja Perdata Agama) Mahkamah Agung RI bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat (PPHIM) sedang menyusun semacam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah untuk menjadi pegangan aparat lembaga Peradilan Agama, tentu hal ini sambil menunggu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan ekonomi syari’ah diterbitkan. (kdb).

Daftar Pustaka
- Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syari’ah:Dari Teori ke Praktek,Gema Insani Press,Jakarta, 2001.
- Abdul Manan, DR.H.SH.,SIP.,M.Hum, Makalah ”Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah, Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama”, Diskusi Panel FH Yarsi, Jakarta, 14 Maret 2007.
- Azwar Karim, Adiwarman, Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan, IIIT Yogyakarta, 2003.
- Perluasan Kewenangan Peradilan Agama sesuai Undang-Undang No.3 Tahun 2006, Direktorat Perbankan Syari’ah Bank Indonesia, Handout.
- Mohamad Hoessein, Makalah Aplikasi Akad Dalam Operasional Perbankan Syari’ah, Seminar Pemahaman UU No.3 Th.2006 Perihal Ekonomi Syari’ah, 5 Juni 2006. Yoyakarta.
- Kadar Budiman, Skripsi ”Analisis Terhadap Akad Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia Dalam Perspektif Hukum Positif. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun 2004.

GOES TO WAR!

Bank Muamalat goes to WAR! Itu merupakan teriakan heroik yang membangkitkan semangat kru (karyawan/ti) dalam upayanya mengembangkan sayap di negara kepulauan dan negara berpenduduk Islam terbesar di dunia.
WAR adalah singkatan dari Wholesale, Alliance dan Remote- yaitu tiga terobosan dalam strategi pengembangan usaha Bank Muamalat yang merupakan faktor kunci dalam pengembangan serta perluasan jasa dan produk perbankan syari’ah yang amat pesat di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Berkat strategi WAR ini, Bank Muamalat tidak hanya mampu menyediakan produk dan layanannya di seluruh propinsi Indonesia, tetapi juga sanggup menjangkau ke berbagai pelosok negeri. Bank Muamalat bahkan mampu mulai merambah jaringan internasional melalui aliansi strategis dengan mitra-mitra internasional.

Strategi WAR

WAR (wholesale, aliansi dan remote) dikembangkan bukan hanya sebatas jargon perusahaan, akan tetapi benar-benar diimplemensasikan sebagai sebuah strategi Bank Muamalat dalam menjalankan bisnisnya. Strategi pengembangan usaha melalui pemasaran secara “wholesale” ditempuh guna memperoleh leverage yang lebih besar atas sumberdaya perusahaan yang terbatas. Melalui pendekatan “wholesale”, Bank Muamalat dapat mengembangkan pasar lebih cepat.

Keberadaan produk Shar-e yang merubah rekening tabungan dari kategori pelayanan menjadi barang (consumer goods) menjadikannya sangat fleksibel dab mampu menembus batas ruang dan waktu. Sebagai barang layanan, perolehan Shar-e oleh end user (nasabah pemakai) menjadi sangat mudah dan tidak tergantung pada keberadaan bank. Pemasaran dan penjualan rekening dana pihak ketiga tidak lagi terbatas one on one, bahkan telah melalui wholesaler.

Melalui strategi “aliansi”, Bank Muamalat mampu melipatgandakan jangkauan serta kehadiran produk dan layanan perbankan syari’ah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Daripada harus mengembangkan ribuan jaringan ATM atau ratusan kantor cabang yang akan menyita modal dan waktu, lebih baik menggandeng mitra usaha strategis yang tepat.

Era kesatuan dunia (globalisasi) menjadikan Bank Muamalat memilih strategi aliansi dalam menghadirkan seluruh siklus layanannya (Muamalat Service Cycles), dari pembukaan rekening sampai dengan penarikan tunai. Untuk pembukaan rekening, Bank Muamalat telah beraliansi dengan PT. POS Indonesia sejak tahun 2003. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan perusahaan berpengalaman melayani transaksi tunai dan pengiriman uang dengan jumlah outlet terluas di Indonesia.Aliansi dengan kantor pos memungkinkan seluruh ummat dapat dijangkau layanan Bank Muamalat melalui pengembangan teknologi host to host yang menjadikan penjualan tabungan dilakukan secara real time on-line dari seluruh kabupaten dan kota se Indonesia melalui kantor pos on-line. Dalam hal penyetoran tunai, Bank Muamalat juga beraliansi dengan Bank Muamalat Malaysia Berhad (BMMB) untuk melayani masyarakat Indonesia di Malaysia. Layanan remittance yang disebut “kas kilat” memungkinkan masyarakat Indonesia di Malaysia dapat mengirimkan dananya kepada rekening Shar-e keluarganya di Indonesia secara cepat dan murah.

Kebutuhan nasabah untuk menarik dana secara tunai pun dilayani tanpa batas ruang dan waktu, melalui aliansi dengan ATM Bersama dan ATM BCA/Prima. Aliansi ini sekaligus memberikan layanan transfer elektronik antar bank manapun secara real time on-line melalui mesin ATM.

Tiga tahun lalu, layanan perbankan syari’ah hampir tidak pernah ditemukan di luar kota besar, apalagi hingga ke pelosok negeri. Kini jangkauan Shar-E mampu menembus ruang dan waktu untuk menghadirkan produk investasi dan simpanan bank syari’ah bagi ummat. “Remote” jaringan yang begitu luas dan terjangkau, telah membawa ummat Indonesia berbondong-bondong menyambut kedatangan produk perbankan syari’ah yang telah lama mereka tunggu.

Kesadaran sebagai pengemban misi Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menghapuskan riba dari seluruh tanah air telah terwujud. Kini, dengan Shar-e tak ada lagi kedaruratan ruang dan waktu yang menghalangi layanan perbankan syari’ah di seluruh tanah air. Sampai dengan akhir 2007, nasabah remote area (wilayah yang ada jaringan kantor Bank Muamalat/non aliansi) mencapai 452.796 orang atau 37% dari total rekening Shar-E seluruh Indonesia. Peningkatan yang siginifikan terjadi pada rekening tabungan yang tumbuh dari 1.358.187 rekening pada tahun 2006 menjadi 1.964.414 per akhir tahun 2007. Kontribusi terbesar terhadap peningkatan jumlah rekening tabungan ini disumbangkan oleh Shar-E sebanyak 575.562 rekening shar-e baru tercatat tahun 2007.

Mengukur Kinerja WAR

Target WAR tentunya bukan sekedar target kantor pusat, akan tetapi bagi Bank Muamalat yang menganut sistem manajemen partisipatif dalam penentuan target masing-masing unit bisnis (cabang), membuat strategi penilaian yang adil. Cabang-cabang terbagi menjadi tiga jenis cabang, ada yang berorientasi laba, jaringan (WAR) dan ada jenis cabang yang berorientasi keduanya. Salah satu yang menjadi target penilaian utama cabang adalah WAR (wholesale, aliansi, dan remote). Untuk itu, dibuat scoring board masing-masing cabang setiap bulannya. Scoringboard penilaian cabang akan selalu diinformasikan kepada setiap kru (karyawan), karena dianggap informasi seperti ini juga menjadi hal yang penting bagi masing-masing pribadi karyawan atau kru.

Dalam penilaian tersebut, terpampang masing-masing parameter penilaian, dan tentunya urutan ranking masing-masing cabang atau unit bisnis. Masing-masing parameter penilaian, bobotnya berbeda-beda, tergantung jenis cabangnya. Apakah cabang yang berorientasi laba (cashcow), berarti bobot laba akan lebih besar dibandingkan bobot parameter lainnya, termasuk WAR. Bagi cabang yang mempunyai misi sebagai cabang aliansi, maka target WAR akan lebih besar bobotnya dibandingkan parameter lainnya. “Wholesale” akan dihitung sebagai target dana pihak ketiga murah (tabungan & giro) yang akan dibandingkan dengan jumlah kartu shar-e terjual. Sementara ,” aliansi” dihitung dari prestasi cabang mengembangkan jaringan penjualan melalui agen-agent strategis atau BPRS dan BMT. Sementara remote, dihitung berdasarkan jumlah tabungan shar-e yang terjual, baik di jaringan kantor Bank Muamalat maupun di kantor Pos dan agen atau jaringan lainnya. Sementara total nilai dari parameter penilaian akan dijumlahkan dan dijadikan nilai total dengan kategori nilai A, B, C dan D. Dengan masing-masing mempresentasikan pencapaian Baik Sekali, Baik, Cukup dan Kurang.

Reward & Punishment

Untuk lebih mengefektifkan pencapaian target dan melandasi filosofi “result orientid” sebagai value of Muamalat culture, serta mengembangkan budaya sharing reward, maka setiap pencapaian prestasi akan diberikan reward yang sesuai. Nilai masing-masing cabang akan merepresentasikan nilai dari penanggungjawab itu sendiri. Jadi, setiap pimpinan cabang, akan memiliki nilai sama dengan nilai prestasi cabang. Sementara, bagi seluruh kru Cabang, nilai prestasi cabang akan menjadi nilai rata-rata masing-masing penilaian pribadi kru yang tercermin dalam Performance Appraisal (PA). Semakin cabang berprestasi, akan semakin baik PA nya.

Kelanjutan dari penilaian PA tersebut, akan berdampak kepada kenaikan gaji, kesejahteraan, dan bonus tahunan yang didapatkan. Jadi sangat ditekankan bahwa keberhasilan seorang kru (karyawan) didasarkan atas manajemen kinerja. Hal ini akan merangsang setiap individu seb isa mungkin mengangkat prestasi cabang, karena akan berdampak langsung pada nasib dan karirnya. Dan setiap tahun, 3 ranking cabang teratas akan mendapatkan reward berupa pemberangkatan ibadah haji plus, untuk 10 orang karyawan. Menarik bukan?

Lalu bagaimana dengan yang berada di ranking bawah? Kita menganut “cabang tengkorak”, yakni cabang dengan prestasi 20% terbawah. Bagi cabang-cabang ini, akan mendapatkan punishment berupa penggantian pimpinan sampai dengan tidak adanya kenaikan gaji bagi para karyawan di cabang tersebut. Disamping itu, juga ada program kru (karyawan) yang tidak produktif (tidak mencapai target minimal) akan berada dalam pengawasan manajemen, dalam arti akan selalu dipantau ketat kinerja di tahun berikutnya.
(Sumber: Annual Report 2007 Bank Muamalat, dengan tidak ditampilkan data-data keuangannya)

Daftar Pustaka:
- A. Riawan Amin. The Celestial Management. Senayan Publishing.2006

Jumat, 01 Agustus 2008

SHADR iB, MERETAS JARINGAN ON-LINE PERBANKAN SYARI'AH

A. Latar Belakang
Industri perbankan syari’ah di Indonesia kian hari semakin berkembang pesat. Berdasarkan data publikasi Bank Indonesia, pangsa perbankan syari’ah yang terdiri dari 3 Bank Umum Syari’ah (BUS) dan 28 Unit Usaha Syari’ah (UUS) pada bulan April 2008 telah mencapai 2,06% dari total aset perbankan nasional yakni Rp. 1.949,37 triliun[1]. Untuk menjaga dan meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat serta kualitas pelayanan yang prima kepada nasabah dan calon nasabah, pelaku industri perbankan syari’ah perlu melakukan usaha saling mendukung (sinergi) antar lembaga perbankan syari’ah. Apalagi, saat ini Bank Indonesia telah menargetkan perolehan total nilai asset perbankan syari’ah akhir tahun 2008 harus mencapai 5% dari total aset industri perbankan nasional.
Demikian juga Bank Muamalat Indonesia, sebagai institusi bisnis, Bank Muamalat memang dipenuhi keberhasilan dengan meraih sederet prestasi dan mencatat kinerja gemilang. Namun, visi Bank Muamalat tidaklah sebatas pada keberhasilan lembaga, melainkan memajukan industri perbankan syariah secara keseluruhan demi terwujudkan sistem keuangan yang terbebas dari riba. Target regulator yang mematok pangsa pasar perbankan syariah menjadi 5% pada 2008, pun merupakan tantangan yang harus dijawab Bank Muamalat beserta bank-bank syariah lain.
Wajar, jika Bank Muamalat senantiasa peduli terhadap jaringan, yang selama ini menjadi penghalang bagi pertumbuhan industri perbankan syariah. Upaya-upaya untuk mengatasi keterbatasan jaringan dan memperluas jangkauan pasar pun terus dilakukan agar bank syariah mampu memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Muamalat sangat mendukung kebijakan sistem office channelling yang dikembangkan Bank Indonesia. Hal ini dapat mendongkrak pasar dan mempercepat akselerasi perbankan syariah.

B. Tinjauan Pustaka
Program pemasaran pada hakekatnya ingin menciptakan engagement dengan para pelanggannya, sehingga mereka tidak hanya puas dengan layanan perusahaan, tetapi juga loyal dalam arti seluas-luasnya. Karena itu perusahaan secara bersama berusaha menciptakan service experience yang menyenangkan di point of contact mereka dengan pelanggan. Dalam penelitian terakhir tentang “Trends in Customer Expectations on Bank Service (2006) dan Study E-Channel 2006” penggunaan E-Channel baru tidak menunjukkan peningkatan yang tajam di luar usaha bank menawarkan jasa layanan kepada nasabah. Tapi SMS/m-banking menunjukkan peningkatan penetrasi yang cukup baik, yaitu dari 8% pada tahun 2005 menjadi 11% pada tahun 2006. (Sumber: MRI,Study E=Channel 2006).
Perbankan makin lazim memanjakan nasabah melalui saluran pelayanan elektronis (electronic channel atau e-channel). Salah satu pelayanan melalui automatic teller machine (ATM). Seiring bertambahnya nasabah, yang berarti juga pemegang ATM akan bertambah, bank akan dihadapkan pada tiga pilihan. Menambah jumlah ATM milik bank, melakukan kerjasama dengan ATM bank lain , atau kombinasi antara kedua pilihan tersebut. Jadi jaringan memang masih memegang kendali utama dalam penyebaran dan pengenalan produk ke pasar. Jika BCA dikenal baik karena jaringan, maka kalaupun ada lagi bank yang akan menandingi BCA minimal ia harus menandingi jumlah jaringan dan layanannya. (Sumber: Infobank, April 2007).

C. Manajemen Aliansi dan Distribusi Jaringan
Agar pertumbuhan lebih terpacu, Bank Muamalat mendorong terciptanya aliansi strategis antar bank syariah. “untuk memacu industri perbankan syariah, perluasan jaringan bisa dilakukan dengan aliansi, bukan berjalan sendiri,” kata A. Riawan Amin,MSc. (Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia). Lagi pula, aliansi strategis sebagai upaya memperkuat industri perbankan syariah sudah sesuai dengan blue print perbankan syariah yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI). Di dalam blue print itu bank-bank didorong untuk melakukan sharing penggunaan fasilitas operasional untuk menekan biaya.
Upaya menjembatani keterbatasan jaringan perbankan syariah terus digagas. Setelah sukses meluncurkan Shar-E, pada November 2006 Bank Muamalat menyambut positif penandatanganan kerja sama interkoneksi antar bank syariah/unit syariah yang ditandatangani pada Grand Opening Indonesia Syariah Expo (ISE) pada 2 Mei 2006 dan mempersembahkan konsep layanan bersama Sharia Deposit Arrangement(SHADR) yang dapat memberi akses kemudahan bersama melalui interkoneksi bank-bank syariah di Indonesia. Dengan layanan ini, nasabah bank syariah dapat menyetorkan dana tunai melalui Bank Muamalat dan sebaliknya secara reciprocal di seluruh Indonesia secara real time online. “SHADR berarti berlapang dada. Ini memberi kemudahan dan dipersembahkan untuk industri dan penganut perbankan syariah,” ujar A. Riawan Amin.
Sebagai sarana menyetor dana tunai antara rekening halal, Bank Muamalat berupaya memperluas layanan SHADR kepada masyarakat luas dengan bekerjasama dengan PT Pos Indonesia medio Maret 2007 lalu. Dengan aliansi ini, seluruh nasabah yang tergabung dalam SHADR bisa menikmati layanan setoran tunai real time online, di seluruh tanah air melalui sistem online payment point (SOPP) yang dilakukan PT Pos Indonesia. Sebagai BUMN dengan jaringan luas di Indonesia, PT Pos Indoneisa pun memandang penting kerjasama ini mampu meningkatkan layanan masyarakat terhadap jasa layanan keuangan syariah.

D. Fitur Jaringan SHADR iB
Sharia Deposit Arrangement (SHADR iB) adalah layanan setoran tunai syariah secara real time online ke rekening-rekening di Bank Syariah/Unit Usaha Syariah, jaringan bank umum lain dan mitra aliansi yang terkoneksi dengan SHADR iB melalui counter teller bank/ non bank yang sudah bergabung dalam layanan ini.

Bank-bank peserta SHADR iB tahapan awal saat ini adalah:
v BANK MUAMALAT
v BANK DKI SYARIAH
v BANK RIAU
v BANK SAUDARA
v BANK IFI SYARIAH
v BANK NAGARI
v BANK BUKOPIN SYARIAH
v BPD KALTIM
v BPD KALSEL
v BANK SUMUT

Didukung oleh:
v ARTAJASA
v BANK INDONESIA

Kelebihan SHADR iB
§ Real time online
§ Dapat dipergunakan siapa pun, baik pemilik rekening ataupun bukan pemilik rekening
§ Murah
§ Cepat dan efisien, karena langsung efektif di rekening tujuan saat itu juga
§ Dana dapat disetorkan ke rekening di bank peserta interkoneksi SHADR iB manapun secara real time online
§ Berlaku untuk seluruh nasabah bank peserta

Cara menggunakan layanan SHADR iB
1. Mengisi aplikasi transfer/formulir layanan SHADR iB pada counter bank peserta interkoneksi SHADR iB
2. Menyerahkan aplikasi yang sudah diisi beserta jumlah uang tunai yang akan disetorkan ditambah biaya transaksi
3. Melakukan transaksi (bila perlu) kepada pemilik rekening tujuan bahwa dana sudah disetor

E. Hambatan Jaringan SHADR iB
Ada beberapa kendala yang menyebabkan SHADR iB kurang maksimal diterapkan oleh industri perbankan syari’ah saat ini, baik yang sifatnya teknis maupun non teknis. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Tidak semua lembaga perbankan syari’ah mau bergabung menjadi anggota dari SHADR iB, hal ini dikarenakan masing-masing CEO kurang memahami tentang visi dan misi aliansi perbankan syari’ah bagi pertumbuhan pangsa perbankan syari’ah secara nasional.
Ada segelintir orang (CEO Perbankan Syari’ah), yang mempersepsikan bahwa SHADR iB merupakan produk Bank Muamalat yang mempunyai misi bisnis tersendiri dan sebagai brand campaign Bank Muamalat.
Kualitas layanan SHADR iB sangat tergantung dari kualitas layanan anggota perbankan syari’ah yang ikut sebagai anggota. Jika kualitas teknologi di bank syari’ah bersangkutan mengalami gangguan, juga demikian dengan SHADR iB.

Demikianlah sedikit tentang SHADR iB sebagai upaya untuk meretas aliansi strategis antar perbankan syari’ah dalam mengembangkan jaringan dan layanan perbankan di seluruh Indonesia. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan kemudahan dan kesuksesan dari program ini, sehingga mampu dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.


[1] Tahukah Anda dalam Kolom Bisnis & Ekonomi Syari’ah, Harian Republika, 28 Juli 2008.