Selasa, 09 Desember 2008

“Wahai sekalian manusia! Perhatikan perkataanku ini. Aku tak tahu pasti, boleh jadi aku tiada lagi berjumpa kalian setelah tahun ini dalam keadaan seperti ini.”

“... Bahwasanya semua riba, kini tak lagi berlaku. Janganlah kalian berbuat aniaya sebagaimana kalian tidak pula dianiaya. Allah telah menentukan bagi kalian untuk tak lagi mengambil riba. Dan riba pertama yang kuhapus adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Semua itu, kini, tak lagi berlaku...”

( Khutbah Rasulullah Muhammad SAW Pada Haji Wada’, Lembah Uranah, 9 Dzulhijjah 10 H )
Alhamdulillahirrabbil’alamiin, patutlah bagi kita untuk menguntai puji kehadirat-Nya. Bersyukur atas nikmat yang tak bertepi, berlimpah tiada henti, senantiasa membanjiri relung-relung sanubari sepanjang hari. Takkanlah mampu kita menghitung nikmat Allah SWT (Q.S. 16:18) yang berlimpah. Shalawat serta salam kepada Nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Juga shalawat serta salam kepada keluarganya, para sahabatnya serta ummatnya yang senantiasa isiqomah hingga akhir zaman.

Idul Adha 1428 H yang kita rayakan pada hari ini sungguh, memiliki makna yang besar,disamping memberikan makna spiritual juga makna kontekstual. Makna spiritual jelas melingkupi hari yang penuh kebaikan, dimana ummat Islam dari seluruh penjuru dunia saat ini, mereka berkumpul di Tanah Suci menunaikan ibadah haji. Haji merupakan ibadah dengan ritualitas terlengkap, bagian dari rukun Islam, yang diharapkan akan membentuk kualitas pribadi-pribadi yang bukan hanya shaleh secara ritual, akan tetapi mampu meraih keshalehan spiritual dan keshalehan sosial. Kita doakan para jamaah haji yang saat ini sedang berada di Tanah Suci, senantiasa dalam kebaikan dan mampu meraih haji yang mabrur.

Energi spiritualitas Idul Adha 1428 H, juga sangat kita rasakan di tempat kita tinggal sekarang ini. Alhamdulillah, dengan penuh kekhusyukan,kita bersama telah melaksanakan ibadah shaum sunah arafah, kita lantunkan takbir, tahlil dan tahmid sepanjang malam hingga pagi ini, dan kemudian dirangkaikan dengan pelaksanaan shalat Idul Adha dan insya Allah nanti akan dilanjutkan dengan ibadah pemotongan sekaligus pembagian hewan qurban bagi ummat Islam yang melaksanakan (Q.S.108:2). Suatu rangkaian ibadah yang juga diharapkan akan mampu memberikan makna bagi peningkatan kualitas diri seorang muslim agar memiliki keshalehan ritual, spiritual, dan tentunya keshalehan sosial. Mudah-mudahan, amal ibadah kita tadi senantiasa diterima Allah SWT menjadi kualitas ibadah yang baik, yang bermuara pada peningkatan kualitas ketakwaan kita kepada-Nya. Aamiin, ya... rabbal’alamiin.

Idul Qurban 1428 H dalam makna kontekstual, sekarang kita telah berada di penghujung tahun Miladiyah maupun Hijriyah. Banyak sekali peristiwa dan permasalahan ummat yang melingkupi sepanjang waktu hampir setahun ini. Di dalam negeri, permasalahan lumpur Lapindo tiada berujung selesai. Harga minyak dunia yang terus melambung, justru menambah beban permasalahan ekonomi. Karena sekarang ini, Indonesia sudah bukan lagi menjadi negara pengekspor minyak, walau masih menjadi anggota OPEC, impor minyak untuk kebutuhan dalam negeri sudah lebih besar dari ekspor minyak kita. Permasalahan para penghuni negeri ini mulai dari anak-anak sekolah, remaja, mahasiswa sampai artis dan public figure, sudah banyak diantara mereka yang semakin lekat dan dekat dengan narkoba, pornografi, seks bebas dan gaya hidup hedonisme.

Kriminalitas merajalela dimana-mana, dengan modus operandi yang semakin beragam, korbanpun banyak berjatuhan. Terkuaknya banyak kasus korupsi & kolusi, mental aparatur negara yang perlu dibenahi, meningkatnya angka pengangguran dan makin bertambahnya jumlah penduduk miskin. Belum lagi, bencana demi bencana telah terjadi, baik yang diakibatkan oleh investasi jangka panjang kelalaian manusia, maupun karena letak dan geografis kita yang memang rawan bencana. Semua itu terakumulasi sedemikian kompleks, menambah dan memperparah kondisi krisis multidimensional di negara ini.

Dalam permasalahan global, dalam bulan ini pula, telah dilangsungkan Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Nusa Dua Bali. Kerusakan bumi sebagai akibat dari pemanasan global (global warming), bumi benar-benar semakin panas, dimana langit kian hitam karena polusi karbon dioksida (CO2), tanah terbelah akibat kekeringan, permukaan air laut meningkat. Tak heran, jika kini suhu global telah mengalami peningkatan 0,2 derajat celcius sejak 2000-2007, yang diperkirakan akan kembali terjadi peningkatan suhu global hingga 3 derajat celcius pada tahun 2050 yang antara lain membuat seluruh es di Kutub Utara mencair. Dan bila itu terjadi, permukaan air laut akan meningkat tajam yang akan berdampak pada tenggelamnya sebagian daerah pesisir di muka bumi ini.

Di sisi lain, keprihatinan ummat Islam, dengan permasalahan bangsa Palestina yang semakin terdzalimi, kemerdekaan yang menjadi hak mereka, bagai jauh panggang dari api. Kesewenang-wenangan Amerika dan Yahudi laknatullah ’alaih, semakin merajalela, bukan hanya di Palestina, namun juga di Afghanistan, Irak, Sudan, dan terakhir Iran pun menjadi objek incaran skenario kejahatan penjajah dunia tersebut. Belum lagi, ketika kita melihat dari penjajahan yang dilakukan dalam bidang ekonomi, politik dan budaya, yang jelas-jelas berusaha menjauhkan ummat ini dari kehidupan yang damai, sejahtera, berkeadilan dan kebebasan dalam menjalankan nilai-nilai syari’ah Islam.

Namun dibalik permasalahan dan keprihatinan yang melanda bangsa Indonesia khususnya dan Ummat Islam pada umumnya, tentunya masih banyak prestasi dan keberhasilan ummat yang patut kita banggakan. Diantaranya, sekarang ini telah semakin berkembang pesat lembaga dan sistem Ekonomi Islam di seluruh dunia, sebagai sebuah kekuatan sistem ekonomi yang diakui memiliki keunggulan dan kesempurnaan. Hal ini dapat dilihat dari tumbuh dan berkembang pesatnya lembaga-lembaga ekonomi syari’ah, seperti perbankan .....syari’ah, asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah, multifinance syari’ah, Baitul Mal wa Tamwil (BMT), danareksa syari’ah dll. Perkembangan ini bukan hanya terjadi di Indonesia, akan tetapi juga terjadi di negara-negara Asia lainnya, Timur Tengah, Afrika bahkan Eropa. Bahkan, Inggris sebagai negara yang bukan mayoritas berpenduduk Muslim, sedang giat mengembangkan sistem ekonomi syari’ah dan menginginkan negaranya kelak menjadi pusat bisnis syari’ah dunia.

Di Indonesia, alhamdulillah, geliat ekonomi Islam didahului berdirinya perbankan syari’ah pertama yakni PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Tahun 1992. Sampai dengan saat ini di Indonesia, telah ada 3 perbankan umum syari’ah, dan 27 unit usaha syari’ah (unit syari’ah dari perusahaan perbankan konvensional) dengan puluhan ribu layanan perbankan syari’ah di seluruh Indonesia. Perkembangan yang pesat, tidak luput dari peran pemerintah dan juga masyarakat yang sadar bertransaksi halal.

Dewasa ini, sudah menjadi keyakinan bahwa interest rate (bunga) merupakan urat nadi dari sistem ekonomi konvensional. Hampir tidak ada aspek perekonomian yang luput dari unsur interest rate (bunga), baik transaksi lokal dalam lembaga-lembaga ekonomi, struktur ekonomi negara maupun perdagangan internasional. Salah satu sebab utama ketertarikan pasar terhadap bunga adalah karakteristik pre-determined return (kepastian hasil). Walaupun, pengamat dunia berkeyakinan, interest rate mempunyai andil cukup besar bagi terciptanya lebih dari 20 krisis dalam sektor keuangan dunia sepanjang abad 20.

Kemudian, para perintis dan pengamat ekonomi Islam meyakini, bahwa bunga yang bersifat pre-determined akan mengeksploitasi perekonomian, bahkan cenderung menjadi misalokasi resources dan penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang berdampak kepada ketidakadilan, inefficiency dan instabilitas ekonomi. Oleh karena itu, jangan disalahkan jika para ulama dunia bahkan Indonesia, telah sepakat mengharamkan bunga yang identik dengan riba, untuk diterapkan dan digunakan dalam kegiatan transaksi ekonomi ummat Islam. Terbukti dari apa yang tadi telah disampaikan, bukan hanya nilai agama yang menjadi landasan, tetapi juga logika-logika ekonomi konvensional pun memberikan koreksi terhadap kelemahan bunga yang dalam penerapannya jauh dari nilai berkeadilan. Bukankah Allah SWT telah menyatakan dalam Al Qur’an (3:130 ) “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” .

Dalam sistem ekonomi Islam dikenal adanya sistem profit and loss sharing (bagi hasil). Semua transaksi yang dilakukan haruslah berdasarkan prinsip rela sama rela (an taraddin minkum) dan juga tidak boleh ada pihak yang menzalimi dan dizalimi. Dalam setiap kegiatan ekonomi dan bisnis kita dilarang melakukan kecurangan dan kezaliman. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. 4: 29, ”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”

Demikian pula Allah SWT berfirman dalam surat dan ayat yang lain (QS.2:278-279) “Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”

Pada kesimpulannya, mengapa ekonomi Islam memiliki karakteristik yang unggul, sempurna dan berkeadilan, karena pada hakekatnya dalam sistem Ekonomi Islam mempunyai 4 karakteristik dasar yang membedakan dengan sistem ekonomi kontemporer yakni:

Pertama, sistem ekonomi Islam adalah dialektika nilai-nilai spiritualisme dan materialisme , bukan hanya terfokus pada nilai-nilai materialisme akan tetapi juga menekankan nilai-nilai kebersamaan dan kasih sayang di antara individu masyarakat.

Kedua, sistem ekonomi Islam memberikan nilai kebebasan berekonomi, yakni membenarkan kepemilikan individu dan kebebasan dalam bertransaksi sepanjang dalam koridor syari’ah yang akan mendorong seseorang bekerja dan berproduksi demi tercapainya hidup yang lebih sejahtera.

Ketiga, sistem ekonomi Islam dibangun atas kesadaran bahwa hakekatnya pemilik harta yang murni dan hakiki adalah Allah SWT, yang memberikan konsekuensi bahwa apa yang dilakukan terhadap kekayaan alam ini tidak boleh bertentangan dengan keinginan dan kehendak Allah SWT.. Walaupun demikian, manusia tetap diberi kebebasan untuk memberdayakan, mengelola dan memanfaatkan harta bendanya.

Keempat, sistem ekonomi Islam memiliki tujuan mulia, yakni menjaga kemaslahatan individu dan masyakarat. Oleh karena itu, dilarang segala praktek maisir (judi), gharar (menipu), riba dan bathil. Karena semua itu akan merusak tatanan kehidupan ekonomi yang berkeadilan dan terciptanya kemaslahatan individu dan masyarakat.

Oleh karena itu, saatnya bagi kita semua, menjadi pendukung utama bagi tegaknya sistem Ilahiyah ini, minimal dalam setiap aktivitas ekonomi yang kita jalankan sehari-hari. Wallahu a’lam bishawab.( Kadar Budiman, SEI., S.Sos., tulisan ini merupakan isi khutbah idul adha 1428H di Alun-Alun Purwosari-Purwokerto)

Tidak ada komentar: