Selasa, 09 Desember 2008

EKONOMI ISLAM MENJAWAB KRISIS GLOBAL 2008

Momentum Idul Adha 1429 H haruslah menjadikan renungan untuk menyadarkan kita semua, bahwasanya Allah SWT melalui pemaknaan dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim AS dan Ismail, memerintahkan kepada kita menjalankan sekaligus dua dimensi ibadah yang mencangkup habluminallah dan habluminannas, yakni menjalankan ibadah ritual sekaligus ibadah sosial. Ibadah ritual yang sekarang sedang kita lakukan, serta pemotongan hewan qurban yang sudah kita rencanakan setelah ini, menjadi bagian yang tidak terpisahkan untuk membentuk kualitas keimanan dan ketaqwaan dalam bingkai kesalihan spiritual dan kesalihan sosial.

Kurban berasal dari bahasa Arab qurb atau qurbun artinya dekat atau mendekati, seakar dengan kata qarib. Sahabat qarib artinya teman dekat. Kebersediaan Nabi Ibrahim mengurbankan Ismail, atau pengurbanan Ismail atas dirinya sendiri bersedia disembelih, tiada lain untuk mencapai jarak sedekat mungkin dengan Allah SWT. Kurban bertujuan agar menjadi media mendekatkan diri kepada Allah, dan agar suasana persaudaraan dengan sesama lebih akrab (dekat). Oleh karena itu, bukan nilai fisik kurban yang terpenting, tetapi ketulusan berkurbanlah yang utama diperlukan. Al-Qur’an menegaskan, “Bukan daging dan bukan pula darah hewan kurban yang diterima Allah, tetapi takwa dari kamu.” (Q.S. Al-Hajj: 37).

Dalam dimensi ibadah sosial, tetumbuhan dikeluarkan zakatnya setiap panen. Zakat fitrah dalam rangka mengakhiri Ramadhan menuju menjelang Idul Fitri, berupa bahan makanan pokok. Dalam rangka Idul Adha perintahnya bukan zakat, tetapi penyembelihan kurban. Antara masing-masing perintah ibadah sosial itu tidak boleh dipertukarkan. Zakat fitrah tidak bayar kambing, kurban pun tidak dibayar beras. Inilah salah satu integralitas dan universalitas ajaran Islam, senantiasa memerintahkan perilaku kepedulian yang multidimensi, terkadang dalam bentuk mengatasi kelaparan sesaat seperti zakat fitrah, mengatasi problem ekonomi fakir-miskin melalui zakat maal, dan perbaikan gizi hewani melalui ibadah kurban.
Idul Adha di tengah suasana krisis sekarang ini, membuat kita prihatin, dimana harga barang kebutuhan hidup semakin mahal, tingginya angka inflasi, semakin bertambahnya populasi orang miskin, belum lagi tingginya angka PHK, serta dampak negatif lainnya. Namun, kejadian ini haruslah menjadikan hikmah kesabaran bagi kita semua, Allah telah mengingatkan: ”Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Q.S. Al Baqarah:155)
Memang, krisis keuangan global yang terjadi di Amerika Serikat telah menimbulkan keterpurukan ekonomi yang sangat dalam bagi perekonomian dunia. Ada banyak analisis terkait dengan sumber penyebab kehancuran pasar finansial, mulai dari kebijakan defisit AS, kebijakan suku bunga rendah di era Greenspan, keserakahan elit politik, kegiatan spekulatif para petinggi perusahaan, seperti dilakukan Dick Fuld, CEO Lehman Brothers, tingginya biaya program politik luar negeri, manipulasi laporan keuangan dan lain-lain. Hampir semua analisis itu tidak menukik kepada akar masalah yang paling dalam, sehingga apapun obat dan strategi pemulihan yang diberikan pasti tidak mujarab. Dalam Al Qur’an Allah berfirman:"Telah nyata kerusakan di darat dan di laut, karena ulah tangan manusia, supaya kami timpakan kepada mereka akibat dari sebagian perilaku mereka.Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan Allah"(Q.S. Ar-Rum:41)
Pada intinya, krisis keuangan global dapat dibedakan kepada dua macam krisis, pertama krisis di pasar modal (capital market) dan kedua krisis di pasar uang (money market). Kedua bentuk financial market itu membuka peluang kepada transaksi dengan tingkat spekulasi yang tinggi. Keduanya menggunakan bunga sebagai instrumen. Keduanya juga memisahkan sektor moneter dan sektor riil sebagaimana diajarkan sistem ekonomi kapitalis.
Maraknya bisnis spekulasi pada kedua pasar keuangan di atas, yaitu di pasar modal dan pasar valas (money market) sehingga ekonomi dunia terjangkit penyakit yang bernama balon economy (bubble economy). Disebut ekonomi balon, karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong. Bubble economy adalah sebuah ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riil, bahkan sektor riil tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya.
Sebenarnya, sebagian pakar ekonomi dunia telah menyadari kerapuhan sistem moneter kapitalisme seperti itu. Teori Bubble growth dan random walk telah memberikan penjelasan yang meyakinkan tentang bahaya transaksi maya (bisnis dan spekulasi mata uang dan bisnis ”spekulasi” saham di pasar modal).
Data riil menunjukkan sebelum krisis moneter Asia, dalam satu hari, dana yang beredar dalam transaksi maya di pasar modal dan pasar uang dunia, diperkirakan rata-rata beredar sekitar 2-3 triliun dolar AS atau dalam satu tahun sekitar 700 triliun dolar AS. Padahal arus perdagangan barang secara international dalam satu tahunnya hanya berkisar 7 triliun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan arus barang (Republika, 18-8-2000).
Inilah sejatinya ekonomi kapitalisme yang rawan krisis itu, tidak melarang praktik maghrib, sedangkan ekonomi Islam sangat keras mengecamnya. Maghrib adalah akronim dari maysir, gharar dan riba. Tiga macam praktik terlarang inilah yang menjadi faktor dan biang utama krisis. Maysir adalah kegiatan bisnis yang berbentuk judi dan spekulasi. Spekulasi selalu terjadi di pasar modal dalam bentuk short selling dan margin trading. Sedangkan gharar ialah transaksi maya, derivatif dan karenanya ia menjadi bisnis yang sangat beresiko tinggi.
Riba ialah az-ziyadah lam yuqabilha 'iwadh, artinya, riba adalah tambahan yang diperoleh tanpa didasarkan adanya 'iwadh. Iwadh ialah transaksi bisnis riel yang terdiri dari 3 macam, yaitu jual beli, bagi hasil dan ijarah (sewa). Di pasar modal seringkali para investor meraup keuntungan tanpa adanya underlying asset, atau sektor riel yang melandasinya. Tujuan investor bukan untuk menanam saham secara riil di sebuah emiten, tetapi semata untuk meraih gain melalui praktik margin trading. Dan celakanya lagi, di dalam financial market, margin trading dan fiat standart ditetapkan berdasarkan instrumen bunga.
Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam Al-Qur'an (QS: 2 :275-279), pada hakikatnya merupakan pelarangan terhadap transaksi maya atau derivatif . Firman Allah, "Allah menghalalkan jual-beli (sektor riel) dan mengharamkan riba (tranksaksi maya)....” (QS.Al Baqarah:275). Ekonomi syari’ah senantiasa menempatkan keseimbangan antara sektor keuangan dan sektor riil (atau bisa disebut economy 1 on 1). Tegasnya, one monetery unit for one real asset. Dalam kerangka itulah Ekonomi Islam mengajarkan kegiatan bisnis riil melalui jual beli, bagi hasil dan ijarah. Inilah sistem keselamatan yang seharusnya kita aplikasikan. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk tetap istiqomah menganut dan menjalankan aturan-Nya dalam setiap akitivitas hidup ini.(kdr)
----- tulisan ini merupakan sebagian isi khutbah Idul Adha 1429 H di Perumahan Purwosari Indah Purwokerto ; isi tulisan diambil dari berbagai sumber -----

Tidak ada komentar: